Tak Sekadar Kayu: Inovasi Bambu dan Gaharu untuk Masa Depan Hutan Kita
Bogor, 27 Mei 2025 — Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan (P2HB) menggelar pertemuan strategis bersama para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menghadirkan sejumlah tokoh penting dalam dunia kehutanan seperti Prof. Adi Santosa, Prof. IM Sulastiningsih, Prof. Jamaludin Malik, Prof. Maman Turjaman dan Prof Djarwanto. Pertemuan ini turut dihadiri oleh Komisi III DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang menyuarakan ketertarikan mendalam terhadap pengembangan komoditas gaharu di daerah mereka.
Dalam sambutannya, Kepala P2HB Gun Gun Hidayat menekankan pentingnya sinergi antara dunia riset dan pembuat kebijakan. Ia menyebut diskusi ini sebagai momentum strategis untuk memperjelas tugas kementerian dalam mendukung hasil-hasil penelitian agar dapat diimplementasikan sebagai kebijakan nyata yang aplikatif di masyarakat luas.
Salah satu topik utama dalam pertemuan ini adalah pemanfaatan bambu sebagai alternatif kayu bernilai ekonomi tinggi. Prof. IM Sulastiningsih, seorang pakar komposit lignoselulosa, menjelaskan bahwa bambu yang tumbuh cepat memiliki potensi besar sebagai bahan baku engineered bamboo. Dengan penerapan teknologi rekayasa, bambu dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi seperti flooring, mebel, hingga panel dinding yang estetis.
Apalagi dilansir dari Bamboo Global Market Report 2024, mencatat pasar bambu global mengalami lonjakan pesat dalam beberapa tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus tumbuh.
Pasar bambu yang pada 2023 sebesar 70,59 miliar dolar AS menjadi 75,12 miliar dolar AS pada 2024 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 6,4 persen.
Prof. Adi Santosa menambahkan bahwa pengembangan resin alami berbasis tanin membuka peluang besar untuk meningkatkan kualitas dan daya tahan produk kayu dan bambu. Resin ini berfungsi sebagai perekat, pelapis antimikroba, sekaligus bahan tahan api, serta ramah lingkungan.
Selain itu, diskusi juga membahas pemanfaatan laboratorium dan perlunya pembimbingan teknis terhadap penggunaan alat-alat seperti mesin belah dan penyerut bambu yang saat ini dikenai PNBP. Teknik pengujian emisi formaldehida juga disorot sebagai langkah penting dalam memastikan keamanan dan standar mutu produk hasil hutan bukan kayu (HHBK). Para peserta berharap, kolaborasi riset dan kebijakan ini mampu mendorong inovasi yang berdampak langsung pada masyarakat dan industri kehutanan nasional.
Pembahasan semakin mendalam saat Prof. Maman Turjaman menyoroti komoditas gaharu yang selama ini menjadi harta karun hijau Indonesia, namun kini terancam kelangkaannya akibat eksploitasi berlebihan. Ia menjelaskan bahwa hanya sedikit dari puluhan pohon penghasil gaharu yang benar-benar mengandung gubal gaharu, sehingga produksi alami tidak sebanding dengan laju pengambilan dari alam. Untuk itu, teknologi rekayasa seperti teknik inokulasi perlu diterapkan secara luas guna mendorong produksi gaharu secara terencana dan berkelanjutan. Dengan teknologi ini, proses pembentukan gaharu dapat dipercepat tanpa merusak ekosistem hutan.
Data terbaru mencatat bahwa produksi gaharu Indonesia pada 2023 mencapai lebih dari 180 ton, meningkat signifikan dibandingkan 120 ton pada 2019. Nilai ekspor tahun 2023 menembus angka USD 40 juta, dengan negara-negara seperti Mesir, Uni Emirat Arab, dan India sebagai pasar utama. Fakta ini menunjukkan bahwa gaharu masih menjadi komoditas unggulan dengan prospek besar, sekaligus menegaskan pentingnya pendekatan konservatif dalam pengelolaannya. Prof. Maman menekankan bahwa gaharu bukan sekadar produk ekonomi, melainkan juga bagian dari warisan budaya bangsa yang harus dijaga. Ia mengajak seluruh pihak untuk beralih dari paradigma eksploitasi ke arah budidaya dan konservasi yang lebih berkelanjutan.
Tak kalah menariknya, Prof Djarwanto menginformasikan terkait jamur edible (dapat dimakan) yang salah satunya dapat ditemukan di wilayah Bangka Belitung dan mempunyai prospek ekonomi tinggi. Yaitu Jamur pelawan (Heimioporus sp). Selain itu ada juga jamur Morchella sp dan Cantharellus sp. Jamur tersebut ada yang berkasiat obat kanker dan harga di pasaran dapat mencapai Rp 1 juta/kg berat kering.
Pertemuan ini menjadi langkah konkret dalam menjembatani dunia riset dan dunia kebijakan. Komisi III DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan minat kuat untuk mengembangkan budidaya gaharu secara lokal, dan menyambut baik kolaborasi dengan P2HB dan BRIN dalam hal teknologi, pelatihan, dan pemberdayaan masyarakat. Upaya ini diharapkan mampu memperkuat ekonomi daerah berbasis kehutanan yang lestari.
Dengan sorotan pada bambu dan gaharu sebagai dua komoditas unggulan hasil hutan bukan kayu, pertemuan ini menegaskan bahwa Indonesia memiliki peluang emas untuk membangun ekonomi hijau berbasis sumber daya berkelanjutan. Namun, semua itu hanya akan terwujud jika dikelola secara bijak dan berlandaskan ilmu pengetahuan.
Penanggung Jawab Berita :
Gun Gun Hidayat, Ph.D - Kepala Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan
Editor :
Pratiara Lamin, S.Hut.M.Si – Kepala Bidang Fasilitas Penerapan Pengembangan Hutan Berkelanjutan
Kontributor berita :
Tim Humas Pusat Pengembangan Hutan Berkelanjutan