Perkuat Implementasi Forest Programme VI, PuSTARhut Gelar Workshop Sinkronisasi Data Geospasial Mangrove
Jakarta. Senin, 2 Desember 2024. Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (PuSTARhut) menggelar Workshop Sinkronisasi Data Geospasial Mangrove. Acara ini menjadi bagian penting dari persiapan implementasi rehabilitasi mangrove di lapangan oleh Forest Programme VI (FP VI). Dalam rangka penentuan lokasi kegiatan, diperlukan koordinasi dan komunikasi dengan para pihak untuk memastikan lokasi kegiatan tidak overlap dengan lokasi kegiatan lain.
Forest Programme VI: Protection of Mangrove Forests merupakan kerja sama antara Pemerintah Jerman dengan Pemerintah Republik Indonesia yang didanai oleh KfW Development Bank untuk mendukung konservasi dan rehabilitasi mangrove. Kegiatan rehabilitasi akan dilaksanakan pada lahan seluas 4.000 ha, sedangkan konservasi 50.000 ha yang mencakup wilayah Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Papua Barat Daya.
Sebagai informasi, FP VI akan menghasilkan 5 output, yaitu konservasi rehabilitasi dan pengelolaan hutan mangrove secara berkelanjutan; advokasi masyarakat; perencanaan dan kebijakan; perumusan standar untuk memberikan guidance dalam pelaksanaan konservasi dan rehabilitasi; dan pengembangan World Mangrove Center (WMC).
Kepala PuSTARhut, Wening Sri Wulandari, dalam sambutannya menyampaikan progres kegiatan FP VI yang telah dilaksanakan PuSTARhut sebagai Project Executing Agency, di antaranya fasilitasi terkait dengan kegiatan lapangan Participatory Land Use Planning (PLUP), Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA), serta identifikasi lokasi kegiatan.
“Melalui workshop sinkronisasi data ini, kami ingin mendapatkan informasi dari berbagai pihak agar tidak terjadi overlap dengan kegiatan rehabilitasi mangrove yang sedang berjalan bersamaan. Pada kesempatan ini Implementation Consultant (IC) akan menyampaikan hasil identifikasi terhadap sekitar 77 Desa. Targetnya cukup banyak dan melibatkan pemangku kepentingan di daerah” ungkap Wening.
Wening menambahkan bahwa dari implementasi kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove yang telah dilaksanakan, akan digunakan sebagai input informasi WMC. Ketika memilih lokasi, ada kriteria-kriteria tertentu yang harus dipenuhi, agar kegiatan rehabilitasi, restorasi, maupun konservasi memiliki keberhasilan yang tinggi” terangnya.
Rina Purwaningsih, ahli PLUP dari tim IC menyampaikan bahwa area yang dialokasikan di Sumatera Utara seluas 1.292 ha telah dipastikan clear dan tidak overlap. “Kami menggunakan Citra Satelit Sentinel 2, dan telah melakukan analisis kondisi mangrovenya, sehingga diklasifikasikan mana yang disarankan menjadi area rehabilitasi dan perlindungan” jelasnya.
Syariful Ahyar, Kepala KPH Delta Mahakam mengatakan Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) yang dibentuk pemerintah juga banyak membahas berbagai tantangan dalam rehabilitasi mangrove, khususnya terkait sinkronisasi data. Ia menyampaikan dari target 2.000 ha, saat ini baru tercapai 200 ha. Data ini akan terus berkembang sesuai kondisi di lapangan.
Pemangku kepentingan yang hadir diantaranya adalah Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) yang diwakili oleh Kepala Pokja Perencanaan Restorasi Gambut dan Rehabilitasi Mangrove, Agung Rusdiatmoko. Agung menyampaikan bahwa referensi yang digunakan dalam penentuan lokasi kegiatan rehabilitasi adalah dari Peta Mangrove Nasional (PMN).
Kegiatan yang dilaksanakan di Jakarta dan digelar secara hybrid ini dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Daya, Direktorat RPDM, BRGM, Balai Besar KSDA Sumatera Utara, KPH lingkup wilayah Kalimantan Timur dan Papua, Global Green Growth Institute, Yayasan Konservasi Alam Nusantara, KfW Jakarta, tim IC, National Project Management Unit (NPMU), District Project Management Unit (DPMU), dan tim PuSTARhut.
Acara dilanjutkan dengan sinkronisasi data lokasi di masing-masing wilayah berdasarkan data resmi dari pemangku kepentingan.***
Penanggung Jawab Berita : Dr. Wening Sri Wulandari