Menjelajahi Potensi Gaharu: Evaluasi dan Pengembangan Standar di Indonesia

SHARE

Probolinggo, 25 Juli 2024_Gaharu dikenal sebagai komoditas elit hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang memiliki nilai komersial sangat tinggi. Hal tersebut disampaikan tim Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (Pustarhut) yang diwakili Fadhila Ramadhani, Pengendali Dampak Lingkungan dalam kegiatan koordinasi pengumpulan data dan informasi perkembangan gaharu di Sekretariat Pusat SPPGI, Probolinggo. Koordinasi diikuti oleh ketua beserta anggota dari Serikat Petani dan Pengusaha Gaharu Indonsia (SPPGI), dan ketua beserta anggota Gaharu Lumajang Community (GLC) serta Tim Pustarhut.

Gaharu digunakan dalam berbagai industry, termasuk industry wewangian (parfum), kosmetik, serta obat-obatan. Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, gaharu memerlukan perhatian khsusus dalam hal usaha dan pengembangannya di Indonesia.

Menurut Fafa, saat ini terdapat Standar Nasional Indonesia (SNI) 7631:2018 Gaharu yang ditetapkan pada 26 Juli 2018. Terkait penerapan SNI tersebut, Pustarhut melibatkan SPPGI dalam rangka mengumpulkan data dan informasi perkembangan gaharu di Indonesia yang meliputi jenis dan persebaran gaharu, pengaplikasian SNI Gaharu, dengan fokus pada klasifikasi gaharu yang muncul di lapangan, termasuk grade, regulasi, dan prospek gaharu di masa depan. Dari data dan informasi yang didapatkan diharapkan dapat membantu pengambil kebijakan dalam menentukan apakah SNI Gaharu masih tepat untuk diterapkan atau di revisi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Ketua Umum SPPGI H. Syamsu Alam, SE menyambut gembira pertemuan yang digagas Pustarhut, melalui koordinasi diharapkan permasalahan-permasalahan yang ada dilapangan dapat ditindaklanjuti para pihak. Salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah pengklasifikasian gaharu, yang sering kali masih didasarkan pada selera konsumen, khususnya terkait aroma dan bentuk gaharu itu sendiri. Standar yang ada saat ini masih sulit diterapkan di lapangan karena indikator penilaian mutu gaharu dalam standar tersebut cukup luas dan kompleks. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan pengumpulan data yang lebih mendalam mengenai mutu gaharu dari berbagai daerah, sehingga standar yang diterapkan dapat lebih representatif dan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.

Syamsu menambahkan, Berdasarkan data dari SPPGI dan GLC, populasi tanaman gaharu budidaya yang tergabung dalam organisasi ini mencapai sekitar 23.000 petani, dengan lebih dari 5 juta pohon gaharu yang telah berhasil dibudidayakan. Selain penanaman rutin, SPPGI juga berkomitmen untuk mengembangkan produk turunan gaharu yang telah memiliki pasar tersendiri di luar negeri.

Melihat potensi besar dari gaharu dan produk turunannya, diharapkan Pustarhut dapat terus berkontribusi dalam pengembangan standar gaharu dan produk turunannya di masa depan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan keberlanjutan industri gaharu di Indonesia, serta memastikan bahwa standar yang diterapkan benar-benar mencerminkan mutu dan karakteristik gaharu yang ada di lapangan.

 

Penanggung jawab berita: Dr. Wening Sri Wulandari – Kepala Pustarhut

Editor: Ir. Choirul Akhmad, M.E – Kepala Bidang PSIPLK

Kontributor berita: Fadhila Ramadhani, S.Si.– Pengendali Dampak Lingkungan