Kajian Teknis Standar Pengelolaan Tahura, sebuah acuan pengelolaan sumberdaya hutan

SHARE

Rabu, 25 September 2024 — Kajian Teknis SNI 8515:2018 Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) menjadi ajang penting untuk mengevaluasi dan menyempurnakan standar pengelolaan Tahura. Pertemuan kajian teknis dilaksanakan di Ruang Rapat Morus, Laboratorium Sutera Alam Indonesia secara hybrid.

Kepala Bidang Pengembangan Standar dan Pengelolaan Laboratorium Kehutanan, Choirul Akhmad, menyampaikan bahwa evaluasi ini merupakan bagian dari proses penyempurnaan standar. “Kajian teknis ini sangat penting untuk memastikan  standar pengelolaan Tahura telah sesuai dengan kebutuhan dan sejalan dengan perkembangan dan regulasi terbaru,” ujar Choirul.

SNI 8525:2018 telah ditetapkan lebih dari 5 tahun, sehingga perlu untuk ditinjau Kembali. Kaji Ulang sudah dilaksanakan pada tahun 2023, sehingga SNI ini perlu segera diusulkan dalam PNPPS 2025. Kepala Pustarhut, Dr. Wening Sri Wulandari, menekankan pentingnya kajian teknis sebagai penguat justifikasi penyempurnaan standar tersebut. Pengelolaan Tahura merupakan aspek krusial dalam menjaga sumber daya hutan di Indonesia. Standar pengelolaan ini tidak hanya mencakup aspek kelestarian, tetapi juga perlindungan dan pemanfaatan sumber daya hutan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, Wening menegaskan pentingnya melibatkan para pengelola Tahura dalam proses kaji ulang ini, agar masukan mereka dari lapangan dapat memperkaya standar yang ada.

“Penyempurnaan SNI Pengelolaan Tahura memerlukan informasi dari para pemangku kepentingan tentang tantangan pengelolaan Tahura dan sharing pengalaman dalam parktek pengelolana di lapangan“ tambah Wening.

Dalam sesi diskusi, para pengelola Tahura memberikan masukan terkait penerapan SNI di lapangan. Pengelola Tahura Ir. H. Djuanda, Jawa Barat, misalnya, menyampaikan bahwa mereka belum sepenuhnya mengetahui adanya SNI 8525:2018. “Kami baru mengetahui adanya SNI Tahura pada tahun 2023, dan saat ini kami masih mengacu pada dokumen desain tapak yang kami miliki,” ujar Slamet, perwakilan dari Tahura Djuanda. Oleh karena itu Slamet mendorong sosialisasi SNI kepada para pemangku kepentingan terkait.

Sementara itu, Sumantri dari Tahura R. Soerjo, Jawa Timur, menyoroti perlunya harmonisasi SNI dengan regulasi terbaru. “Beberapa informasi teknis dan definisi belum sepenuhnya kami pahami ,” ucapnya.

Tahura KGPAA Mangkunagoro I, Jawa Tengah, melalui perwakilannya, Hari, juga menegaskan pentingnya harmonisasi antara SNI dengan peraturan yang berlaku. Ia menyoroti kebutuhan penyesuaian tata batas terkait perluasan area Tahura mereka.

Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memadai menjadi tantangan besar dalam pengelolaan Tahura. Pengelola Tahura Lati Petangis, Kalimantan Timur, Ibu Tatik, menyampaikan bahwa mereka masih kekurangan tenaga PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) dan penyuluh kehutanan.

Kepala Pustarhut,  menutup sesi diskusi dengan penekanan pada pentingnya integrasi antara SNI dengan pedoman penilaian pengelolaan Tahura. “Kami ingin SNI yang diperbaharui ini menjadi panduan yang memudahkan penerapan di lapangan. Standar yang baik harus dapat diimplementasikan dengan mudah oleh para pengelola,” ujar Wening.

Tahura sebagai kawasan konservasi multi-fungsi memainkan peran penting dalam melestarikan keanekaragaman hayati dan menjadi ekowisata potensial. Melalui penyempurnaan standar, Pustarhut berkomitmen untuk memperkuat pengelolaan Tahura demi masa depan hutan yang lestari dan terjaganya keragaman hayati. ****

Penanggung jawab berita: Dr. Wening Sri Wulandari – Kepala Pustarhut