Jaring Masukan Para Pihak, PuSTARhut Gelar Konsultasi Publik Standar Formulir UKL-UPL untuk Industri Kayu dan Pemanfaatan TSL

SHARE

Bogor. Rabu, 15 Agustus 2024. Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (PuSTARhut) menggelar konsultasi publik standar formulir UKL-UPL untuk Industri Kayu dan Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di Hotel Sahira, Bogor.

Sebelum melakukan kegiatan usaha, setiap pemrakarsa wajib menyusun dokumen lingkungan sesuai dengan tingkat risiko usaha/kegiatan. Pada kuarter II ini, PuSTARhut telah menyusun 17 rancangan standar yang masuk ke dalam ruang lingkup Penangkaran dan Peredaran TSL, Pengolahan Hasil Hutan Kayu (HHK), Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air, serta Pengolahan Biomassa untuk Biofertilzer. Standar spesifik form UKL-UPL dan KA-ANDAL nantinya akan diintegrasikan ke dalam sistem Amdalnet.

Adapun jenis standar untuk mendukung persetujuan lingkungan tersebut adalah standar form UKL-UPL dan KA-ANDAL. Selain itu, disusun pula standar khusus terkait pengolahan biomassa untuk kompos.

Kepala PuSTARhut, Wening Sri Wulandari menekankan bahwa standar yang dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan dan diterapkan oleh entitas yang representatif. “Oleh karena itu, proses formulasi standar tidak hanya dilaksanakan di PuSTARhut, namun juga memerlukan masukan dari pakar dan pelaku usaha selaku calon penerap standar, serta akan melalui proses validasi dan uji terap.” jelasnya.

Wening melanjutkan, standar diharapkan dapat memberikan guidance untuk pengelolaan lingkungan dan meminimalisir dampak lingkungan, serta pada akhirnya mendorong keberlanjutan dalam usaha dan/atau kegiatan di bidang kehutanan.

Aryani, Kepala Bidang Perumusan dan Penilaian Kesesuaian Standar Instrumen (P2KSI), yang bertindak selaku moderator pada diskusi ini menyampaikan bahwa dengan adanya konsultasi publik ini diharapkan akan diperoleh masukan untuk finalisasi standar.

Perwakilan dari Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), Budi Kristiar menyampaikan bahwa pelaku usaha berharap standar yang disusun dapat mengakomodir dan menjadi acuan, namun juga bersifat bisa dikembangkan sesuai kebutuhan, tidak seperti standar produk yang bersifat fixed (baku).

Menurut Setyo Pambudi Nugroho, peneliti Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB University, dokumen prasyarat perizinan seperti PKKPR, Andalalin, dan Persetujuan Teknis merupakan hal yang penting dalam proses pengurusan izin. Oleh karena itu, di dalam standar form ini telah dibuat gambaran secara detail agar dapat memberikan gambaran bagi pelaku usaha terkait hal-hal yang harus disiapkan.

Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jamaludin Malik, menekankan pentingnya pengelolaan limbah pada industri pengolahan HHK. “Limbah produksi yang dihasilkan seperti kulit kayu maupun serbuk merupakan hal yang perlu diperhatikan penanganannya. Dalam praktiknya dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan bakar boiler, sehingga tidak langsung dibuang.” terangnya.

Yakub, perwakilan dari pelaku usaha penangkaran TSL menyampaikan bahwa pemrakarsa menginginkan alur pengurusan izin yang jelas dan efisien. “Dengan adanya standar ataupun panduan, penyusunan form UKL-UPL akan lebih mudah dan tentunya akan menekan biaya yang dikeluarkan pemrakarsa. Harapannya penerbitan dokumen prasyarat yang sudah diotomatisasi dapat disosialisasikan sampai ke tingkat daerah.” ungkapnya.

Terkait penangkaran dan peredaran TSL, aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah aspek legalitas dan ketertelusuran.

“Pemrakarsa yang ingin melakukan penangkaran dan peredaran, harus mengurus izin penangkaran terlebih dahulu, “ terang Mahdi dari Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG).

Acara yang diselenggarakan secara hybrid ini turut dihadiri oleh para pihak terkait, yaitu PPLH IPB University; BRIN; Asosiasi Penangkar dan Pengedar Reptil Pet Indonesia (APPREPINDO); Asosiasi Pengusaha Eksportir Kura-Kura dan Labi-Labi (APPEKLI); Indonesian Sawmil & Wood Working Manufacturers Association (ISWA); Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO); dan pelaku usaha di bidang terkait. Selain itu, hadir pula perwakilan dari unit Eselon teknis di Kementerian KLHK, yaitu Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik (KKHSG); Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi (PJLKK); Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL); Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan; serta BPSILHK Makassar.

Rekomendasi dan masukan yang dihasilkan pada kegiatan ini akan ditindaklanjuti untuk penyempurnaan rancangan standar yang disusun, sebelum diuji keberterimaan di lapangan melalui kegiatan uji terap.***

Penanggung jawab berita: Dr. Wening Sri Wulandari
Kontributor berita: Darwati