Integrasi Standar Produk Hutan dalam Konstruksi Hijau Menuju Pengelolaan Sumberdaya Berkelanjutan

SHARE

Jakarta, 12 September 2024_Penggunaan produk hutan yang bersertifikat dan dikelola secara berkelanjutan, dapat membantu melestarikan keanekaragaman hayati dan mendukung ekosistem yang sehat. Kayu yang diproduksi secara lestari menjadi hal penting dalam pengembangan industry, termasuk konstruksi, produksi furniture, pengemasan, pembangkitan energi terbarukan, dan lainnya.

Hal tersebut disampaikan Ary Sudijanto Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) dalam pembukaan Simposium Nasional: Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau di Jakarta 12 September 2024.

Penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan adalah langkah kunci untuk mengurangi jejak karbon kita. Industri bangunan saat ini menyumbang 39% emisi CO2terkait energi global, dimana 11% diantaranya berasal dari manufaktur bahan bangunan dan produk seperti baja, semen, dan kaca.

Kebijakan untuk mendukung penggunaan material kayu, serta pengurangan limbah dan peningkatan daur ulang bahan bangunan membutuhkan pedoman yang jelas salah satunya dengan pengembangan standar-standar baik berupa standar mutu produk kayu, kayu olahan, jaminan kelestarian hutan dan sertifikasinya, maupun standar perdagangan produk kayu global. Kebijakan tersebut sangat terkait dengan konsep ekonomi sirkular, dimana ekonomi sirkular merupakan model yang berupaya memperpanjang siklus hidup dari suatu produk, bahan baku, dan sumber daya yang ada agar dapat dipakai selama mungkin.

Ary menjelaskan dengan memanfaatkan prinsip dari ekonomi sirkular yang mencakup pengurangan limbah dan polusi, menjaga produk dan material terpakai selama mungkin, dan meregenerasi sistem alam dapat mengurangi dampak lingkungan, melestarikan sumber daya hutan, dan berkontribusi pada bumi dan lingkungan yang lebih sehat dan tangguh.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan dan keberlanjutan industri, penerapan standar produk hasil hutan merupakan upaya untuk memberikan acuan pencapaian mutu produk dan mendorong keberterimaan perdagangan produk kehutanan, dengan tetap memperhatikan pemanfaatan hutan yang lebih baik serta jaminan kelestarian lingkungan.

Melalui sistem standardisasi dan penilaian kesesuaian terhadap pengelolaan hutan berkelanjutan harus dapat memastikan bahwa produk hutan berasal dari hutan yang dikelola secara bertanggung jawab dan bersertifikat. Hal ini mempromosikan keberlangsungan keanekaragaman hayati, mencegah deforestasi, dan mendukung komunitas lokal, yang merupakan langkah aksi untuk mengatasi krisis keragaman hayati, pungkasnya.

“Integrasi standar produk hutan dalam konstruksi hijau merupakan langkah menuju pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.”

Selain standar terkait pengelolaan hutan, produk hasil hutan kayu dan bukan kayu, juga dikembangkan standar kriteria ekolabel yang sudah dimanfaatkan oleh Kementerian PUPR untuk mendukung pelaksanaan Permen PUPR No. 9/2021 tentang Penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan dan Permen 21/2021 tentang Penilaian kinerja bangunan gedung hijau. Sebagai langkah kedepan, material bangunan ramah lingkungan perlu didukung Standar Kriteria Material Bangunan Ramah Lingkungan. Inisiatif ini juga akan mendorong green economy menjadi lebih terjangkau,. karena permintaan akan komponen-komponen ramah lingkungan akan meningkat

Penerapan standar nasional dan internasional dalam produk hutan akan mendukung keberlanjutan dan kualitas, serta berkontribusi pada ekonomi hijau dan mitigasi perubahan iklim, yang diperkuat dengan adopsi praktik ramah lingkungan. Selain itu, untuk mendukung ekonomi hijau, penerapan standar khusus, standar pengelolaan lingkungan, dan SNI dapat membantu menjaga kelestarian lingkungan serta meningkatkan kualitas dan daya saing produk, tutup Ary.

Simposium Nasional: Standar Produk Hasil Hutan dalam Ekonomi Sirkular untuk Konstruksi Hijau merupakan rangkaian kegiatan PeSTA 2024 hari ke-3 yang diselenggarakan Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (PuSTARhut). Symposium dihadiri 150 peserta dari BSILHK, AFoCO, Kedutaan Republik Korea Selatan, BRIN, Kementerian PUPR, Kemendagri, Kemenperin, BSN, PT Korintiga Hutani, APKINDO, IPB University, Pemprov NTB, Riau dan Sulawesi Selatan, serta Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen.****

 

Penanggung jawab berita: Dr. Wening Sri Wulandari – Kepala Pustarhut

Editor: Ir. Choirul Akhmad, M.E – Kepala Bidang PSIPLK

Kontributor berita: Tim Humas Pustarhut